KESALAHAN BERBAHASA DALAM MORFOLOGI
ARTIKEL
Oleh
TAUFIK INDARTO
1201055117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2014
KESALAHAN PENGGUNAAN DAN PENULISAN BAHASA INDONESIA
PADA INFORMASI LAYANAN NIAGA
|
Masalah kebahasa di Indonesia
memperlihatkan ciri yang sangat kompleks, kekompleksan itu berkaitan dengan
tiga aspek yaitu bahasa, pemakai bahasa, pemakaian bahasa. Aspek bahasa
menyangkut bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Aspek pemakaian
bahasa berkaitan dengan mutu dan keterampilan berbahasa seseorang, dan dalam menghadapi era globalisasi diperlukan
suatu rumusan ketentuan mengenai penggunaan bahasa Indonesia. Hal
ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di Indonesia sangat rumit.
Di Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah. Bahasa-bahasa
daerah itu hidup dan berkembang serta dipergunakan dengan setia oleh
penuturnya. Selain itu, di Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun
kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa asing itu sudah
diatur penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah
dan bahasa asing (Inggris) dipergunakan semaunya oleh
pemakainya.
Seperti gambar berikut.
Seperti halnya tulisan yang terdapat pada gambar di atas. Terima Ongkos Percetakan, yang
ditemukan di pinggiran jalan Pasar Kramat
Jati Jakarta Timur. Tulisan
ini tertera pada papan iklan tepat di depan
toko Percetakan. Bila dilihat sekilas, tulisan Terima Ongkos Percetakan
memang tidak terlihat aneh, tetapi bila kita cermati dengan seksama, kata ongkos tidak tepat untuk memberi tahu
kepada kalangan masyarakat bahwa toko itu menyediakan jasa percetakan, karena Terima
Ongkos Percetakan lebih
terkesan bahwa toko ini hanya menerima uang dari para konsumennya, dan bila kita artikan sesuai dengan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata ongkos mempunyai arti
menerima upah. Sudah jelas bahwa kata ongkos tidak tepat bila masih tetap
dipakai, sebaiknya kata ongkos diganti dengan kata Jasa
supaya masyarakat tidak terganggu dalam pemahamannya.
Penggunaan bahasa Indonesia hari ini adalah realitas pemakaian bahasa
Indonesia yang berkembang saat ini. Kualitas pemakai bahasa Indonesia hari ini
adalah potret pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia sekarang. Bahasa
Indonesia harus mampu menguak misteri yang menyelimutinya sehingga dapat
menjalankan fungsi sebagai bahasa nasional dengan baik. Bahasa Indonesia masih dipadati
oleh problematika tata bahasa yang terus-menerus terjadi seiring perkembangan peradaban dan
dinamika kehidupan manusia. Lalu, kapan tercapai tatanan masyarakat bahasa yang
memiliki kesadaran dan kepatuhan terhadap kaidah berbahasa dengan baik dan
benar dapat terwujud? Memang, bahasa Indonesia hari ini masih sebatas bahasa
masyarakat, belum menjadi masyarakat bahasa.
DIALEK BAHASA VS BAHASA
INDONESIA
Berbicara
tentang penggunanan bahasa, tidak akan terlepas dari pemakai
dan pemakaiannya. Bahasa apa yang akan dipilih tentunya akan berkaitan dengan siapa yang berbicara, kepada
siapa berbicara, apa yang dibicarakan, di mana berbicara. Tetapi pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu dipermasalahkan, karena penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan
bahasa gaul, prokem, ataupun bahasa
daerah selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah
perlu dirisaukan. Namun yang menjadi kerisauan jika ragam formal bahasa
Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya. Seperti gambar berikut.
Bagaimana dengan penulisan yang tertera pada papan tersebut? Apakah penulisan
yang tertera dipapan tersebut terdapat kesalahan dalam berbahasa ?
Baliho yang menggunakan bahasa
daerah
Betawi ini bukanlah merupakan suatu
kesalahan berbahasa pada bidang morfologi, karena penulisan Nyok
bareng-bareng dan kite bangun Jakarta Timur, perlu diketahui bahwa baliho
ini terdapat di kota Jakarta yang memang sengaja ditulis oleh Pemkot DKI Jakarta dengan dialek bahasa Betawi,
dimaksudkan untuk menjaga keintiman dan mengajak
warganya supaya
membangun dan menjaga kota. Jadi penulisan yang tertera
pada papan baliho ini tidak perlu dirisaukan dan tidak menjadi masalah dalam
kebahasaan.
Berbeda dengan penulisan yang tertera pada papan iklan yang saya temukan di
pinggiran jalan Pondok Gede Jakarta Timur yang menawarkan jasa pijat ini. Penggunaan bahasa pada papan iklan yang
dipampang
jelas ditempat umum ini masih terlihat sebagian kesalahan. Seperti gambar berikut.
Papan iklan jenis ini penggunaan
bahasa nonbaku dan bahasa daerah yang terlihat asing. Bila kita artikan kedalam
Kamus besar bahasa Indonesia kata Pijat yaitu mengurut bagian
tubuh untuk melemaskan otot sehingga peredaran darah lancar.
me·mi·jat menekan dengan jari.
pi·jat·an hasil memijat.
pe·mi·jat orang yang memijat.
pe·mi·jat·an
hal keadaan, atau
proses memijat.
Bagaimana dengan penulisan kata Pijet?
Pijet merupakan dialek bahasa dari kata dasar Pijat yang biasa digunakan
oleh kalangan masyarakat Jawa. Pijat bisa berubah menjadi Pijet karena pada
fonem /a/ diucapkan menjadi /e/. Kata Pijet menjadi masalah bila penulisan
dalam penempatannya salah, karena dapat menggagu masyarakat dalam pemahamannya,
ditambah lagi Papan iklan ini ditemukan di area Kota Jakarta, karena masyarakat
Kota Jakarta mayoritas dan memang sudah di wajibkan menggunakan bahasa
Indonesia yang sejatinya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di Negeri
ini. Bisa di katakan wajar bila papan iklan ini ditemukan di kota Yogyakarta
yang memang kata Pijet merupakan dialek bahasa Jawa.
SUDAH BENARKAH PENGGUNAAN
BAHASA ASING
PADA MASYARAKAT KITA?
Pernahkah kalian melihat papan yang bertuliskan sama
seperti gambar tersebut?, bila kalian sering melihat, berarti masyarakat kita
masih kurang pemahaman dalam penulisan serapan bahasa asing. Gambar tersebut
kebetulan saya temukan saat saya pulang kuliah tepatnya di depan ruko di daerah Pondok Gede Jakarta Timur. Papan
yang bertuliskan apotik tujuannya yaitu untuk memberi tau kepada masyarakat
bahwa ruko tersebut menjual bermacam-macam obat. Sayangnya pada papan tersebut
masih di temukan kesalahan dalam penulisan. Kata
apotik dan apotek sebenarnya diserap dari kata yang sama, yaitu apotheek
(Belanda) yang berarti ‘toko’ tempat meramu dan menjual obat
berdasarkan resep dokter. Kata tersebut dalam bahasa
asalnya tersebut dapat kita lihat bahwa gugus vokal yang digunakan pada suku
kata ketiga ialah ee, bukan ie. Sesuai dengan kaidah atau ketentuan penyesuaian
ejaan asing ke dalam bahasa Indonesia yang telah diatur dalam buku Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, huruf ee diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi e.
Oleh karena itu,
penulisannya yang baku adalah apotek, bukan apotik Pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang benar itu Apotek,
apotik tidak ada deskripsi hanya di tunjukkan untuk mengarah ke kata Apotek. Bila kita cermati, apo·tek /apoték/ yaitu toko tempat
meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang
medis. Ahli dalam ilmu obat-obatan’ disebut apoteker,
merupakan serapan dari kata apotheker
dalam bahasa Belanda, jadi bukan apotiker.
Sering juga kita temukan di jalan, bila memperhatikan papan
reklame tempat fotocopy, ada yang menulis fotocopy,
Photocopy , atau fotokopi. Secara tidak sadar 3 kata ini tidak hanya ada di sekeliling
lingkungan kita.
Kata fotocopy ini memiliki sebutan lain dan sering terhias di internet, dibeberapa
blog, forum bahkan toko mesin fotocopy
sekalipun.
Namun timbul pertanyaan dari ketiga kata
penulisan kata itu manakah yang paling benar dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia ?
Bahasa Indonesia telah menyerap beberapa
kata asing yang belum bisa dicari padanannya. Penyerapan
istilah itu tentu saja mempertimbangkan alfabet yang ada. Bahasa Indonesia
tidak mengenal huruf atau gabungan huruf seperti ph, py, dan sebagainya.
Huruf ’c’ yang melekat pada kata asing yang kemudian diserap ke bahasa Indonesia
juga diganti menjadi huruf ‘k’. Fotocopy
merupakan gabungan kata yang terdiri atas kata serapan dan kata bahasa Inggris, Photocopy
merupakan
kata dalam bahasa Inggris, Foto
Kopi merupakan dua kata yang sudah menyerap kata bahasa Inggris: Photo dan Copy. Jadi
bagaimanakah penulisan yang benar ??
Fotokopi atau photocopy atau Fotocopy
atau ingin menambahkan ragam lain seperti Foto
kopy (dengan spasi).
Seperti gambar berikut.
Ejaan tersebut biasa kita lihat di papan nama yang tersebar
di sepanjang jalan raya kota Jakarta Timur.
Dari fenomena ini telihat jelas bahwa masih banyak
masyarakat kita yang tidak mengindahkan
bahasa baku Indonesia. Kata
photocopy telah diserap secara “serampangan”
menjadi berbagai ragam. Mana yang baku? kamus
besar bahasa Indonesia
(KBBI) memasukkan fotokopi sebagai ragam yang baku.
fo·to·ko·pi hasil
reproduksi (penggandaan) fotografis terhadap
barang cetakan (tulisan).
mem·fo·to·ko·pi membuat reproduksi dengan mesin fotokopi.
mem·fo·to·ko·pi membuat reproduksi dengan mesin fotokopi.
Namun
sayangnya masyarakat indonesia sudah melekat dengan kata Foto copy,
ini terbukti dari banyak sekali tukang fotokopi menuliskan di papan tokonya
dengan kata “Foto copy”
bukan “Fotokopi”
ANCAMAN BAHASA
ABG (ALAY)
TERHADAP
KAIDAH BAHASA INDONESIA
Bahasa
Indonesia yang digunakan di kalangan anak remaja yang lebih dikenal dengan
istilah ABG alias Anak Baru Gede, saat ini
sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Syarat bahasa yang baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau dianggap baku atau pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi. Bahasa ABG cenderung memilih ragam santai, sehingga tidak terlalu baku (kaku). Ketidakbakuan tersebut tercermin
dalam kosa kata, struktur dalam penulisan kalimat dan intonasi.
Ragam bahasa
ABG ini memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif.
Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang
akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang
lebih pendek seperti permainan menjadi mainan, pekerjaan
menjadi kerjaan. Kalimat-kalimat
yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat
susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat
yang tidak lengkap. Penggunakan struktur yang
pendek seperti ini membuat pengungkapan makna menjadi lebih cepat dapat membuat pendengar seperti para mahasiswa luar negri yang ingin
belajar bahasa Indonesia kesuluatan
dalam mempelajari dan memahaminya.
Pernahkah kalian terpikirkan mengapa bahasa ABG ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif. Lalu bagaimana dengan
penulisannya? Seperti pada gambar berikut.
Tulisan tersebut saya temukan tidak sengaja pada acara televisi lokal
yang menayangkan hiburan lawak YKS (Yuk Keep Smile). Kebetulan saat saya
melihat acara tersebut tema yang sedang dijalankan oleh pemeran lawak yaitu
tentang kehidupan geng remaja. Bila kita amati gambar diatas terlihat dua orang
yang sedang berperan sebagai anggota
geng, namun bukan itu yang menjadi permasalahan, pada gambar tersebut terdapat
papan yang bertuliskan GENK NGOTOT. Entah penulisan tersebut disengaja atau
memang kesadaran masyarakat akan kaidah bahasa Indonesia sudah hilang dibenak
mereka. Sudah jelas bahwa penulisan tersebut
ditulis secara serampangan. Bila diartikan dengan Kamus besar bahasa
Indonesia, geng merupakan kelompok remaja yang terkenal karena kesamaan
latar belakang sosial, sekolah, daerah. Sedangkan ngotot merupakan
Simulfiks yaitu afiks yang perwujudan segmentalnya dileburkan pada bentuk dasar
yang tidak menjadi masalah dalam pembahasan ini. Misalnya, kopi menjadi ngopi,
soto menjadi nyoto. Lalu bagaimana dengan arti penulisan Genk?
Kamus besar bahasa Indonesia tidak menemukan arti kata Genk, dari contoh di atas jelas sekali bahwa susunan kata dan penulisan kata yang digunakan sangat berbeda dengan kaidah bahasa
Indonesia baku atau bahasa yang baik dan benar. Kosa kata bahasa remaja dan televisi banyak diwarnai oleh bahasa prokem, bahasa gaul.
Apa yang terjadi dengan
perkembangan bahasa Indonesia? Kita sepakat bahwa bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar dan bahasa nasional bangsa Indonesia tidak perlu dipersoalkan
lagi. Tapi kita sebagai pemakai bahasa Indonesia dengan realitas variasi dan
gaya yang sangat beragam patut mendapat perhatian. Hal ini menyangkut aspek
pemertahanan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia. Bahasa
Indonesia tidak boleh kehilangan identitasnya karena serbuan variasi bahasa
asing atau pergaulan yang tidak memiliki standar kebakuan. Kemantapan posisi
bahasa Indonesia di tengah para pemakainya harus bersifat fundamental. Bahwa
kemudian, pemakai bahasa Indonesia tidak memiliki pengetahuan yang memadai
tentang kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar tentu menjadi tantangan
kita bersama. Konsekuensi dari realitas berbahasa saat ini, hampir tidak ada
pemerhati atau pengamat bahasa yang puas melihat perkembangan berbahasa
Indonesia yang terjadi di masyarakat. Praktik berbahasa Indonesia saat ini
dinilai semakin tidak taat azas dan menjauh dari kaidah yang seharusnya, bahkan
cenderung merusak eksistensi bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar