Rabu, 05 Maret 2014



KESALAHAN BERBAHASA DALAM MORFOLOGI



ARTIKEL





Oleh
TAUFIK INDARTO
1201055117








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2014




KESALAHAN PENGGUNAAN DAN PENULISAN BAHASA INDONESIA
PADA INFORMASI LAYANAN NIAGA



Masalah kebahasa di Indonesia memperlihatkan ciri yang sangat kompleks, kekompleksan itu berkaitan dengan tiga aspek yaitu bahasa, pemakai bahasa, pemakaian bahasa. Aspek bahasa menyangkut bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Aspek pemakaian bahasa berkaitan dengan mutu dan keterampilan berbahasa seseorang, dan dalam menghadapi era globalisasi diperlukan suatu rumusan ketentuan mengenai penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di Indonesia sangat rumit. Di Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah itu hidup dan berkembang serta dipergunakan dengan setia oleh penuturnya. Selain itu, di Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa asing itu sudah diatur penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing (Inggris) dipergunakan semaunya oleh pemakainya. Seperti gambar berikut.



         Seperti halnya tulisan yang terdapat pada gambar di atas. Terima Ongkos Percetakan, yang ditemukan di pinggiran jalan Pasar Kramat Jati Jakarta Timur. Tulisan ini tertera pada papan iklan tepat di depan toko Percetakan. Bila dilihat sekilas, tulisan Terima Ongkos Percetakan memang tidak terlihat aneh, tetapi bila kita cermati dengan seksama, kata ongkos tidak tepat untuk memberi tahu kepada kalangan masyarakat bahwa toko itu menyediakan jasa percetakan, karena Terima  Ongkos Percetakan lebih terkesan bahwa toko ini hanya menerima uang dari para konsumennya, dan bila kita artikan sesuai dengan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata ongkos mempunyai arti menerima upah. Sudah jelas bahwa kata ongkos tidak tepat bila masih tetap dipakai, sebaiknya kata ongkos diganti dengan kata Jasa supaya masyarakat tidak terganggu dalam pemahamannya.
         Penggunaan bahasa Indonesia hari ini adalah realitas pemakaian bahasa Indonesia yang berkembang saat ini. Kualitas pemakai bahasa Indonesia hari ini adalah potret pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia sekarang. Bahasa Indonesia harus mampu menguak misteri yang menyelimutinya sehingga dapat menjalankan fungsi sebagai bahasa nasional dengan baik. Bahasa Indonesia masih dipadati oleh problematika tata bahasa yang terus-menerus terjadi seiring perkembangan peradaban dan dinamika kehidupan manusia. Lalu, kapan tercapai tatanan masyarakat bahasa yang memiliki kesadaran dan kepatuhan terhadap kaidah berbahasa dengan baik dan benar dapat terwujud? Memang, bahasa Indonesia hari ini masih sebatas bahasa masyarakat, belum menjadi masyarakat bahasa.

 
 
 DIALEK BAHASA VS BAHASA INDONESIA


Berbicara tentang penggunanan bahasa, tidak akan terlepas dari pemakai dan pemakaiannya. Bahasa apa yang akan dipilih tentunya akan berkaitan dengan siapa yang berbicara, kepada siapa berbicara, apa yang dibicarakan, di mana berbicara. Tetapi pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu dipermasalahkan, karena penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, prokem, ataupun bahasa daerah selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun yang menjadi kerisauan jika ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya. Seperti gambar berikut.



Bagaimana dengan penulisan yang tertera pada papan tersebut? Apakah penulisan yang tertera dipapan tersebut terdapat kesalahan dalam berbahasa ?
Baliho yang menggunakan bahasa daerah Betawi ini bukanlah merupakan suatu kesalahan berbahasa pada bidang morfologi, karena penulisan Nyok bareng-bareng dan kite bangun Jakarta Timur, perlu diketahui bahwa baliho ini terdapat di kota Jakarta yang memang sengaja ditulis oleh Pemkot DKI Jakarta dengan dialek bahasa Betawi, dimaksudkan untuk menjaga keintiman dan mengajak warganya supaya membangun dan menjaga kota. Jadi penulisan yang tertera pada papan baliho ini tidak perlu dirisaukan dan tidak menjadi masalah dalam kebahasaan.
Berbeda dengan penulisan yang tertera pada papan iklan yang saya temukan di pinggiran jalan Pondok Gede Jakarta Timur yang menawarkan jasa pijat ini. Penggunaan bahasa pada papan iklan yang dipampang jelas ditempat umum ini masih terlihat sebagian kesalahan. Seperti gambar berikut.



Papan iklan jenis ini penggunaan bahasa nonbaku dan bahasa daerah yang terlihat asing. Bila kita artikan kedalam Kamus besar bahasa Indonesia kata Pijat yaitu mengurut bagian tubuh untuk melemaskan otot sehingga peredaran darah lancar.
me·mi·jat  menekan dengan jari.
pi·jat·an hasil memijat.
pe·mi·jat orang yang memijat.
pe·mi·jat·an hal keadaan, atau proses memijat.
Bagaimana dengan penulisan kata Pijet?
Pijet merupakan dialek bahasa dari kata dasar Pijat yang biasa digunakan oleh kalangan masyarakat Jawa. Pijat bisa berubah menjadi Pijet karena pada fonem /a/ diucapkan menjadi /e/. Kata Pijet menjadi masalah bila penulisan dalam penempatannya salah, karena dapat menggagu masyarakat dalam pemahamannya, ditambah lagi Papan iklan ini ditemukan di area Kota Jakarta, karena masyarakat Kota Jakarta mayoritas dan memang sudah di wajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang sejatinya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di Negeri ini. Bisa di katakan wajar bila papan iklan ini ditemukan di kota Yogyakarta yang memang kata Pijet merupakan dialek bahasa Jawa.

 
  

SUDAH BENARKAH PENGGUNAAN BAHASA ASING
PADA MASYARAKAT KITA?



Pernahkah kalian melihat papan yang bertuliskan sama seperti gambar tersebut?, bila kalian sering melihat, berarti masyarakat kita masih kurang pemahaman dalam penulisan serapan bahasa asing. Gambar tersebut kebetulan saya temukan saat saya pulang kuliah tepatnya di depan ruko  di daerah Pondok Gede Jakarta Timur. Papan yang bertuliskan apotik tujuannya yaitu untuk memberi tau kepada masyarakat bahwa ruko tersebut menjual bermacam-macam obat. Sayangnya pada papan tersebut masih di temukan kesalahan dalam penulisan. Kata apotik dan apotek sebenarnya diserap dari kata yang sama, yaitu apotheek (Belanda) yang berarti ‘toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter. Kata tersebut dalam bahasa asalnya tersebut dapat kita lihat bahwa gugus vokal yang digunakan pada suku kata ketiga ialah ee, bukan ie. Sesuai dengan kaidah atau ketentuan penyesuaian ejaan asing ke dalam bahasa Indonesia yang telah diatur dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, huruf ee diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi e.

Oleh karena itu, penulisannya yang baku adalah apotek, bukan apotik  Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang benar itu Apotek, apotik tidak ada deskripsi hanya di tunjukkan untuk mengarah ke kata Apotek. Bila kita cermati, apo·tek /apoték/ yaitu toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis. Ahli dalam ilmu obat-obatan’ disebut apoteker, merupakan serapan dari kata apotheker dalam bahasa Belanda, jadi bukan apotiker.




Sering juga kita temukan di jalan, bila memperhatikan papan reklame tempat fotocopy, ada yang menulis fotocopy, Photocopy , atau fotokopi. Secara tidak sadar 3 kata ini tidak hanya ada di sekeliling lingkungan kita. Kata fotocopy ini memiliki sebutan lain dan sering terhias di internet, dibeberapa blog, forum bahkan toko mesin fotocopy sekalipun.
Namun timbul pertanyaan dari ketiga kata penulisan kata itu manakah yang paling benar dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia ?
Bahasa Indonesia telah menyerap beberapa kata asing yang belum bisa dicari padanannya. Penyerapan istilah itu tentu saja mempertimbangkan alfabet yang ada. Bahasa Indonesia tidak mengenal huruf atau gabungan huruf seperti ph, py, dan sebagainya. Huruf  ’c’ yang melekat pada kata asing yang kemudian diserap ke bahasa Indonesia juga diganti menjadi huruf ‘k’. Fotocopy merupakan gabungan kata yang terdiri atas kata serapan dan kata bahasa Inggris, Photocopy merupakan kata dalam bahasa Inggris, Foto Kopi merupakan dua kata yang sudah menyerap kata bahasa Inggris: Photo dan Copy. Jadi bagaimanakah penulisan yang benar ??
Fotokopi atau photocopy atau Fotocopy atau ingin menambahkan ragam lain seperti Foto kopy (dengan spasi). Seperti gambar berikut.
           
Ejaan tersebut biasa kita lihat di papan nama yang tersebar di sepanjang jalan raya kota Jakarta Timur. Dari fenomena ini telihat jelas bahwa masih banyak masyarakat kita yang tidak mengindahkan bahasa baku Indonesia. Kata photocopy telah diserap secara  “serampangan”  menjadi berbagai ragam. Mana yang baku? kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memasukkan fotokopi sebagai ragam yang baku.
fo·to·ko·pi hasil reproduksi (penggandaan) fotografis terhadap barang cetakan (tulisan).
mem·fo·to·ko·pi membuat reproduksi d
engan mesin fotokopi.
Namun sayangnya masyarakat indonesia sudah melekat dengan kata Foto copy, ini terbukti dari banyak sekali tukang fotokopi menuliskan di papan tokonya dengan kata “Foto copy” bukan “Fotokopi”
 


ANCAMAN BAHASA ABG (ALAY)
TERHADAP KAIDAH BAHASA INDONESIA


Bahasa Indonesia yang digunakan di kalangan anak remaja yang lebih dikenal dengan istilah ABG alias Anak Baru Gede, saat ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Syarat bahasa yang baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau dianggap baku atau pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi. Bahasa ABG cenderung memilih ragam santai, sehingga tidak terlalu baku (kaku). Ketidakbakuan tersebut tercermin dalam kosa kata, struktur dalam penulisan kalimat dan intonasi.           
Ragam bahasa ABG ini memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti permainan menjadi mainan, pekerjaan menjadi kerjaan. Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Penggunakan struktur yang pendek seperti ini membuat pengungkapan makna menjadi lebih cepat dapat membuat pendengar seperti para mahasiswa luar negri yang ingin belajar  bahasa Indonesia kesuluatan dalam mempelajari dan memahaminya.
Pernahkah kalian terpikirkan mengapa bahasa ABG ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif. Lalu bagaimana dengan penulisannya? Seperti pada gambar berikut.







Tulisan tersebut saya temukan tidak sengaja pada acara televisi lokal yang menayangkan hiburan lawak YKS (Yuk Keep Smile). Kebetulan saat saya melihat acara tersebut tema yang sedang dijalankan oleh pemeran lawak yaitu tentang kehidupan geng remaja. Bila kita amati gambar diatas terlihat dua orang yang sedang  berperan sebagai anggota geng, namun bukan itu yang menjadi permasalahan, pada gambar tersebut terdapat papan yang bertuliskan GENK NGOTOT. Entah penulisan tersebut disengaja atau memang kesadaran masyarakat akan kaidah bahasa Indonesia sudah hilang dibenak mereka. Sudah jelas bahwa penulisan tersebut  ditulis secara serampangan. Bila diartikan dengan Kamus besar bahasa Indonesia, geng merupakan kelompok remaja yang terkenal karena kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah. Sedangkan ngotot merupakan Simulfiks yaitu afiks yang perwujudan segmentalnya dileburkan pada bentuk dasar yang tidak menjadi masalah dalam pembahasan ini. Misalnya, kopi menjadi ngopi, soto menjadi nyoto. Lalu bagaimana  dengan arti penulisan Genk?
Kamus besar bahasa Indonesia tidak menemukan arti kata Genk, dari contoh di atas jelas sekali bahwa susunan kata dan penulisan kata yang digunakan sangat berbeda dengan kaidah bahasa Indonesia baku atau bahasa yang baik dan benar. Kosa kata bahasa remaja dan televisi banyak diwarnai oleh bahasa prokem, bahasa gaul.
         Apa yang terjadi dengan perkembangan bahasa Indonesia? Kita sepakat bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan bahasa nasional bangsa Indonesia tidak perlu dipersoalkan lagi. Tapi kita sebagai pemakai bahasa Indonesia dengan realitas variasi dan gaya yang sangat beragam patut mendapat perhatian. Hal ini menyangkut aspek pemertahanan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak boleh kehilangan identitasnya karena serbuan variasi bahasa asing atau pergaulan yang tidak memiliki standar kebakuan. Kemantapan posisi bahasa Indonesia di tengah para pemakainya harus bersifat fundamental. Bahwa kemudian, pemakai bahasa Indonesia tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar tentu menjadi tantangan kita bersama. Konsekuensi dari realitas berbahasa saat ini, hampir tidak ada pemerhati atau pengamat bahasa yang puas melihat perkembangan berbahasa Indonesia yang terjadi di masyarakat. Praktik berbahasa Indonesia saat ini dinilai semakin tidak taat azas dan menjauh dari kaidah yang seharusnya, bahkan cenderung merusak eksistensi bahasa Indonesia.